Aku merapatkan resleting jaket tebalku. Udara pagi ini
sedikit lebih dingin dari biasanya, pertanda musim hujan akan datang
menggantikan musim kemarau. Cahaya mataharipun hanya samar terlihat. Aku suka
hujan. Hujan dapat membuatku mengekspresikan semua perasaan sedih yang tidak
bisa aku luapkan. Aku merasa damai dan tenang saat hujan (tidak heran, banyak
orang yang memilih tidur saat hujan). Aku selalu merindukan Indonesia dan
hujannya. Meskipun hujan itu indah, tapi...."Hujan tidak boleh turun hari
ini".
Namun, Allah belum mengabulkan doaku. Seperti prediksi
para peramal cuaca, hujan benar-benar turun. Dengan sedikit khawatir, aku duduk
di kursi halte dekat stasiun kereta. Hujan pertama diawal musim ini cukup
deras. Banyak pengendara motor yang berhenti dikios atau di emperan toko untuk
berteduh. Pandanganku pun melayang ke segerombol pelajar SMA yang berlari
menuju ke halte tempatku berteduh. Tubuh mereka basah kuyup. "Buku mereka
pasti juga basah," pikirku. Melihat mereka, aku jadi teringat sesuatu. Hal
sama yang pernah terjadi 5 tahun yang lalu.
***
"Kalian pernah punya mimpi nggak?" Itu adalah
pertanyaan retoris yang tidak perlu mereka jawab. Memangnya siapa sih yang
tidak punya mimpi?
"Ya pernahlah," jawab salah seorang dari 'mereka'. "Ada,"
tambah seorang lagi. "Mimpi???? perasaan tadi malam aku nggak mimpiin
apa-apa deh," jawab seorang lagi, polos (banget). Hening~~~
"Sudah! aku nyerah sama kamu Na. Aku gak kuat!!" Ucapku seraya
melambaikan tangan kanan. Persis seperti orang-orang diacara televisi yang
sudah nggak kuat makan pedes dan akhirnya lambai-lambai ke mas kameramen.
Sayangnya, aku doyan pedes dan kita nggak lagi nimbrung di acara TV! Oke,
lupakan tentang TV. Kita kembali lagi dengan aku dan ketiga sahabat
seperjuanganku yang sama seperti remaja lainnya. Mereka memang biasa saja tapi
beneran enggak biasa. Kalau di teletubbies ada tingkiwingki, dipsi, lala dan
po, maka dipersahabatan kami ada Lian, Affi, Sena dan Aku. Mereka sahabat
terbaikku, dan akan tetap seperti itu.
"Mimpi.. mimpiku... impianku, liat sunset di Paris. Aku ingin liat
kayak gimana sih romantisnya kota Paris kalau dilihat dari puncak Eiffel pas
sunset" ucap Sena tulus. Ya, impiannya dari dulu emang kayak gitu. Dia
suka hal-hal yang romantis dan 'the romantic city Paris' pastinya membuat Sena
ingin kesana.
"Mekkah lebih romantis, Na. Aku ingin kesana bersama Ayah dan Ibu
dengan uang hasil kerja kerasku" ujar Lian dama tulusnya seperti Sena. Itu
adalah mimpi setiap anak di dunia ini. That's more romantic.
"Kamu Fi?" tanyaku ke Affi. Aku menunggu jawabannya karena aku
tau kalau dia sedang memikirkannya.
"Apa ya?? aku nggak ngerti Ka. Impianku banyak" jawab Affi
polosss banget dan bikin gregget.
"Impian terbesarmu, Fi. Yang paling kamu inginkan. Impian yang paling
nggak mungkin terwujud tapi paling harus terwujud" tanyaku lagi.
"Aku... aku... aku pengen kita tetap bersama sampe besok kita lulus,
kuliah, kerja, nikah, sampe jadi nenek-nenek. Kita tetap sahabatan ya.."
Dan itulah Affi, dengan segala kepolosan dan keceriaannya mampu membuat the
teletubbies sadar akan hal terpenting lainnya.
"Kita adalah sahabat, dan akan tetap seperti itu" Aku merangkul
ketiga teletubbies unik itu. Kadang, hal sederhana pun akan menjadi mahal jika
kita memahami bahwa semua itu penting. Kebersamaan ini terlalu berharga.
"Terus kamu sendiri, Ka? Apa impian terbesarmu?" tanya Lian.
"Aku ingin pergi dari sini. Aku ingin melakukan perjalanan yang sangat
jauh. Mengunjungi setiap tempat di dunia ini. Kemudian pulang ke rumah. Itu
impianku" Mimpi... hal yang dapat merubah orang lain dan menjadikan orang
lain menjadi orang lainnya. Semua orang punya mimpi yang tidak selalu sama tapi
punya satu tujuan yang sama. "Kita akan mewujudkan mimpi-mimpi itu"
Aku memandang langit dibalik jendela kelas. Mendung. Pandanganku pun
mengarah ke jam dinding yang tertempel diatas whiteboard. "HAH?? SUDAH JAM
5??" teriakku sambil menunjuk jam dinding tersebut. Aku bergegas
membereskan barang-barangku yang masih ada dimeja, begitu pula yang lainnya.
Kami bergegas meninggalkan kelas yang penuh mimpi itu. Aku dan trio teletubbies
berlari menghindari jatuhan keringat mendung dari angkasa. Tapi apa daya, hujan
terlalu deras dan jadilah kami cucian basah. Aku memutuskan untuk tertawa saja
didalam penderitaan ini. "Hahahahahaha flashback masa kecil!"
teriakku. Yang lain pun tertawa dan tetap lari mencari genteng. Dan akhinya,
bukan genteng yang ditemukan tapi halte. Kami berteduh disana sambil tetap
ketawa!
***
Mengingat mereka membuatku selalu merindukan Indonesia.
Ya, aku berhasil mewujudkan mimpiku. Aku sekarang bekerja di Jepang dan
pekerjaan itu menuntutku untuk terbang ke negara-negara lain Sekarang aku
berada di Indonesia untuk pulang dan bertemu mereka. Bahagia rasanya mereka
juga sama sepertiku, berhasil mewujudkan mimpinya. Setelah lulus, Lian
berwirausaha dan dalam waktu 4 tahun dia berhasil membawa kedua orang tuanya ke
Mekkah. Sedangkan Sena setiap hari melihat 'romantisnya sunset di kota paling
romantis' bahkan dia akan menjadi lebih romantis lagi dengan menjadi jurnalis di
Paris. Dan Affi, jangan tanya lagi. Mimpi sederhananya tentu pasti terwujud. ....."Dari
dulu kita adalah sahabat dan selamanya akan tetap seperti itu". @y (untuk
sahabatku dan semua mimpinya, PAR1S)
No comments:
Post a Comment