Novel
“Pulang” Karya Tere Liye ini bercerita tentang perjalanan sang tokoh utama
mengarungi kehidupan melewati satu pertarungan ke pertarungan berikutnya demi
memeluk erat kesedihan dan kebencian lantas menuju ujung yakni pulang ke
hakikat kehidupan.
Novel
ini dimulai dengan ketegangan. Bab pertama, Si Babi Hutan (halaman 1), dibuka
dengan adegan pertarungan sang tokoh utama (Bujang) melawan monster menakutkan,
babi hutan raksasa. Ia ikut serta bersama pemburu babi hutan pimpinan Tauke
Muda. Di tengah hutan gelap mereka dihadang sang raja babi. Semua terdesak.
Bujang tampil amat heroik. Mengalahkan sang monster. Sejak pergulatan itu,
Bujang tak lagi memiliki rasa takut.
“Aku tidak takut. Jika setiap manusia memiliki lima emosi, yaitu bahagia,
sedih, takut, jijik, dan kemarahan, aku hanya memiliki empat emosi. Aku tidak
punya rasa takut.” Seperti biasanya, Tere Liye membuka cerita dengan kalimat
yang simpel namun elegan.
Pada bab-bab berikunya mulailah dikenalkan secara lebih mendalam tokoh Bujang
beserta orang terdekatnya. Bapaknya bernama Samad. Ia yang lumpuh itu -kemudian
diketahui- merupakan mantan tukang pukul nomor satu Keluarga Tong. Mamaknya
bernama Midah, ia merupakan putri dari Tuanku Imam, pemuka agama di Pulau
Sumatra. Pernikahan kedua insan dari strata dan kultur berbeda itu menyebabkan
mereka harus terusir dari kampung, lantas menetap di Talang (semacam kampung)
Kawasan Bukit Barisan, Sumatra.
Kejadian melawan babi hutan menjadi awal kisah hidup baru bagi Bujang
yang waktu itu masih 15 tahun. Tauke Muda mengajaknya pergi ke kota. Ia meminta
Bapak dan Mamak Bujang mengizinkannya pergi. Bapaknya setuju, mamaknya berat
melepaskan. Namun ia tak kuasa menolak. Ini adalah bagian dari perjanjian
antara Bapak Bujang dengan Tauke Muda. Lagi pula ia ingin putra semata
wayangnya itu maju. Tak hanya berkutat dengan hutan dan ladang di Talang.
Sebelum keberangkatan sang anak, mamak menitipkan pesan yang begitu berharga,
“Berjanjilah kau akan menjaga perutmu (dari makanan dan minuman haram dan
kotor) itu, Bujang. Agar…. Agar besok luka, jika hitam seluruh hidupmu, hitam
seluruh hatimu, kau tetap punya satu titik yang putih, dan semoga itu berguna.
Memanggilmu pulang.” (Halaman 24)
Keseruan kisah novel ini terus berlanjut. Kini pembawa dibawa menuju waktu 20
tahun kemudian. Saat Bujang, anak Talang nan malang itu berubah menjadi pribadi
yang sangat mantap. Akademis, kokoh, dan bermata tajam. Ia menemui calon
presiden terkuat. Memperingatkannya agar tak mengubah apapun. Tak mengusik
bagaimanapun bisnis Keluarga Tong yakni bisnis shadow economy (ekonomi
bayangan).
“Shadow economy adalah ekonomi yang berjalan di ruang hitam, di bawah meja.
Oleh karena itu orang juga menyebutnya black market, underground economy. Kita
tidak sedang bicara tentang perdagangan obat-obatan, narkoba, atau prostitusi,
judi dan sebagainya. Itu adalah masa lalu shadow economy, ketika mereka menjadi
kecoa hitam dan menjijikan dalam sistem ekonomi dunia. Hari ini, kita bicara
tentang pencucian uang, perdagangan senjata, transportasi, properti, minyak
bumi, valas, pasar modal, retail, teknologi mutakhir, hingga penemuan dunia
medis yang tidak ternilai, yang semuanya dikendalikan oleh institusi ekonomi
pasar gelap. Kami tidak dikenal oleh masyarakat, tidak terdaftar di pemerintah,
dan jelas tak diliput media massa….. Kami berdiri di balik bayangan. Menatap
sandiwara kehidupan orang-orang. (Halaman 30)
Begitulah penulis, dalam hal ini disampaikan lewat tuturan tokoh utama (Bujang)
menjelaskan perihal shadow economi, singkat, jelas, terperinci, dan menghentak.
Selepas itu alur kembali berkelindan ke masa lalu. Saat kali pertama Bujang
sampai di kota. Bertemu banyak kawan baru. Salah satunya Basyir, seorang anak
muda yang terobsesi menjadi seperti ksatria penunggang kuda suku Bedouin.
Kini jelas apa tujuan Bujang diajak oleh Tauke Muda. Ia akan dilatih seperti
bapaknya, menjadi tukang pukul nomor satu Keluarga Tong.
Meski begitu, jauh panggang dari api. Harapan itu menguap, bukannya berlatih
silat dan beladiri, Bujang malah diminta belajar “memukuli kertas dengan
pulpen” dibimbing Frans, guru asal Amerika. Bujang bosan. Ia lantas meminta
Tauke mempersamakannya dengan teman yang lain: berlatih beladiri dan ikut
operasi.
Tauke tetap pada pendirian. Hingga tiba saat kesabarannya hampir habis, Tauke
menantang Bujang ikut ritual amok. Ritual itu simpelnya, satu orang melawan
puluhan bahkan ratusan petarung. Jika satu orang itu mampu menahan gempuran
dalam waktu tertentu, ia menang. Bujang hanya diminta bertahan dua puluh menit.
Sayang ia hanya bertahan 19 menit. Ia gagal, sehingga ia tetap harus belajar
bersama Frans.
Namun hikmah dari peristiwa amok, ia bisa punya kesempatan belajar bela diri.
Selepas belajar dengan buku dan pulpen di siang hari, ia belajar tinju di malam
hari. Guru pertamanya adalah Kopong. Komandan tukang pukul Keluarga Tong.
Berhari-hari bahkan berbulan-bulan ia berlatih, amat keras. Akhirnya Bujang
berhasil meng-KO gurunya itu. Itu artinya latihan tinjunya selesai dan harus
berganti guru.
Guru berikutnya tak kalah hebat, Guru Bushi namanya. Asli Jepang, ia adalah
salah satu Samurai yang masih tersisa di zaman modern ini. Bersama Guru Bushi
Bujang berlatih menggunakan pedang, katana, shuriken, dll. Latihan yang seru
bersama mantan ninja yang andal itu. Berbulan-bulan Bujang terus berlatih.
Hingga tiba saat Guru Bushi mengatakan cukup. Lantas Bujang berlatih dengan
Salonga. Seorang penembak jitu asal Filipina. Dengan guru menembaknya itu ia
juga belajar filosofi hidup. Selain berlatih beladiri, Bujang juga terus
melanjutkan sekolah. Ia bahkan mengenyam pendidikan magister di luar negeri.
Novel beralur maju mundur ini terus mengajak pembaca menikmati keseruan cerita.
Pertarungan demi pertarungan yang mengesankan. Jua perihal ekspansi Keluarga
Tong yang perlahan merangkak naik level dari penguasa shadow economy tingkat
provinsi menjadi penguasa shadow economy nasional bahkan internasional. Selalu
ada intrik menarik di dalamnya.
Hingga di satu titik. Saat Keluarga Tong di puncak kejayaan, pengkhianat
muncul. Siapakah pengkhianat itu? Berhasilkah ia melumat kekuasaan Keluarga
Tong? Lalu apa maksud pulang dalam novel ini? Kita akan menemukan jawabannya
dalam novel keren ini.
No comments:
Post a Comment