Thursday, November 10, 2016

Cerpen: Pilihan Terbaik


            Matahari mengembangkan senyum terbaiknya untuk semesta di pagi hari. Entah kenapa aku sangat menyukai kehadirannya, ia memberikan semangat baru kepada dunia. Matahari memperlihatkan padaku bahwa hidup ini selalu bahagia dan tidak akan ada kesedihan.
            Namaku Rifdah Kamila. Panggilan akrabku Lala. Aku punya seorang sahabat, namanya Tommy Rahardian. Biasa dipanggil Tommy.



            Seperti biasa, kulangkahkan kakiku bangkit dari tempat tidur menuju kamar mandi. Setelah aku selesai merapikan diri, aku menuju meja makan untuk sarapan. Disana sudah tersedia seiris roti lengkap dengan selai kacang diatasnya beserta segelas susu hangat buatan ibuku.
“ Lala... Tommy sudah datang. Cepat berangkat sekolah !!! “ Teriak ibu dari luar rumah
“ Iya bu.. bentar “ Sahutku sambil menghabiskan roti di tangan
            Kamipun berangkat ke Sekolah berboncengan mengendarai sepeda matic milik Tommy. Disepanjang jalan aku tak pernah berhenti berbicara, kuceritakan berbagai hal padanya. Ia hanya merespon ceritaku dengan kata “ehm” , “ya” atau sesekali dengan anggukan. Tommy memang orangnya cuek, bahkan kadang tak peduli dengan hal-hal yang terjadi disekitarnya. Prinsipnya, kalau itu gak ada hubungannya sama dia berarti itu bukan urusan dia.
            Kita selalu kemana-mana berdua mulai dari berangakat sekolah, jalan-jalan , les, ke kantin, bahkan satu tempat duduk. Wajar aja sih.. rumah kita deket, orang tua kita kenal akrab, dan dari kecil kita selalu bareng. Tak jarang banyak yang mengira kita berdua pacaran.
            Sesampainya di sekolah, kita langsung menuju ke kelas, soalnya belum ngerjain pr. Kita kelas XII MIA 2. 15 menit kemudian bel masuk berbunyi dan tandanya pelajaran akan dimulai. Semenjak kelas XII kita disibukkan dengan beragam bimbel, mulai dari bimbel yang diadakan di Sekolah hingga bimbel yang kita ikuti sendiri di Rumah. Kita punya impian yang sudah harus ditata dan dipersiapkan sejak sekarang. Tommy ingin melanjutkan pendidikannya di Institut Teknologi Bandung (ITB), sedangkan aku di Universitas Airlangga (UNAIR).
            Teddd... bunyi nyaring bel istirahat terdengar. Aku dan Tommy segera menuju kantin, karena di jam istirahat pertama biasanya kantin penuh dan harus berdesak-desakan dengan siswa lain untuk memesan makanan. Kantin masih lenggang tak begitu banyak terlihat siswa, palingan hanya siswa yang kabur dari kelas dari tadi karena jamkos atau pelajaran guru killer. Kita segera memesan makanan. Setelah pesanan kita datang, kita langsung melahapnya. Entah kenapa aku memperhatikan Tommy yang sedari tadi makan soto ayam. Tanpa terasa bibirku senyum-senyum sendiri dan perasaan aneh mulai bermunculan. Namun dengan sigap kutampis perasaan aneh itu dan kuyakinkan diriku sendiri bahwa itu adalah hal yang biasa-biasa saja.

***

            Semakin hari perasaan yang awalnya kuanggap biasa-biasa saja kini berubah menjadi sesuatu hal yang luar biasa. Aku bingung dengan diriku saat ini, apa yang tengah aku lakukan? Apakah istilah “ jika seorang perempuan berteman dengan laki-laki, mustahil jika tidak adanya rasa cinta yang ditimbulkan “ memang benar? Dan apakah saat ini aku juga terjebak pada hal itu?
            Mungkin cinta itu timbul karena terbiasa. Terbiasa dekat, terbiasa ada, terbiasa bersama, dan terbiasa saling menyapa. Sulit untukku menolak kehadirannya karena cinta itu bening, tanpa kita sadari perlahan tapi pasti ia sudah menjalar menguasai diri kita.
            Aku tidak mungkin mengungkapkan perasaan ini pada Tommy, karena aku takut persahabatan ini hancur dan penyebab kehancurannya adalah aku. Biarlah rasa ini kusimpan, hingga waktu sendiri yang akan menjawabnya. Apakah rasa ini hilang atau malah tumbuh semakin besar.
            UNBK tinggal hitungan hari, aku dan Tommy benar-benar serius mempersiapkannya. Hampir semua buku latihan UNBK telah kita pelajari. Kita juga rajin mengikuti seminar-seminar SNMPTN atau SBMPTN. Tak lupa kita selalu berdoa agar diberi kemudahan dalam segala hal.
            UNBKpun berlangsung. Aku dan Tommy bisa mengerjakan semua soal dengan teliti dan cermat. Semua usaha telah kita maksimalkan dan tinggal menunggu hasil yang memuaskan. Ingat aja bahwa usaha gak akan menghianati hasil.
            Hari ini siswa sudah sibuk dan heboh mondar-mandir di Sekolah untuk menanti kabar kelulusannya. Ada yang sibuk ngobrol, ada yang sibuk do’a, ada yang sibuk foto-foto, ada juga yang sibuk nyari info terbaru tentang kelulusan. Tak berapa lama terlihat beberapa siswa berlari berhamburan menuju mading sekolah, aku dan Tommypun mengikuti mereka. Tommy berusaha menerobos siswa-siswa yang sedang melihat pengumuman. Tiba-tiba Tommy berlari menghampiriku dan mengatakan bahwa kita lulus. Aku hanya bisa diam sambil tersenyum. Aku bahagia dengan hasil yang kuperoleh, ternyata usahaku selama ini tidak sia-sia. Tapi aku juga merasa sedih, karena ini artinya aku dan Tommy akan berpisah. Bukankah disetiap pertemuan pasti ada perpisahan? Perpisahan memanglah hal yang menyakitkan, tapi kita harus bisa menyikapinya dengan hati yang lapang.

***

            Hari ini Tommy mengajakku makan es krim di Taman kota sekalian ngobrol-ngobrol tentang masa kecil kita dulu, karena sebentar lagi kita bakalan sibuk sama urusan kita masing-masing. Kita juga bakalan jarang dan mungkin hampir gak akan pernah buat jalan-jalan bareng atau sekedar buat kekonyolan bareng lagi. Tommy bilang mau ngasih aku kejutan sebelum dia berangkat ke Bandung buat kuliah. Ternyata kejutan itu menyakitkan dan gak seperti yang aku harapkan.
            Kejutannya adalah pacar baru Tommy. Aku gak tau kalau selama ini Tommy udah punya pacar baru lagi, mungkin aku terlalu sibuk buat nutupin perasaanku hingga aku gak mau tau tentang kisah cinta Tommy. Aku lupa bahwa waktu terus berjalan dan Tommy juga akan terus bergerak. Tommy bukan ponsel yang kemana-mana selalu kubawa. Tommy juga bukan patung yang hanya bisa diam memperhatikan sekitar.
            Aku tidak mau menyalahkan Tommy untuk kejadian ini, karena sejatinya ini salahku. Tommy tidak tahu perasaanku dan aku tidak berusaha untuk mengungkapkannya. Tommy berusaha meraih tanganku dan menjabatkannya pada Suci, pacarnya.
“ Lala, kenalan dong! Bengong aja dari tadi. Iya gue tau kok kalo suci itu cantik.” Ucap Tommy sambil tertawa
“ Ehm..ehm..iya Suci cantik kok “ Sahutku dengan spontan
“ Kamu juga cantik kok la, Tommy sering cerita banyak tentang kamu. Kapan-kapan kita main bareng yuk! “ Sahut Suci dengan ramah
            Aku hanya bisa tersenyum menyahuti ucapan Suci. Tapi bukankah yang selalu bersama belum tentu jodohnya? Hanya kalimat itu yang terlintas di pikiranku. Aku masih terus berharap sama Tommy. Aku tidak akan mengganggu dan mengusik hubungannya dengan Suci. Aku disini hanya akan menunggu dengan perasaan yang sama. Apa ada yang salah dengan harapan ini? Setiap orang berhak berharapkan?

***

            Matahari yang awalnya kulihat tersenyum lebar, kini terlihat menyilaukan sinarnya. Aku baru menyadari bahwa sekuat apapun seseorang pasti ada rasa sakit atau kecewa yang disembunyikan. Kini kucoba jalani hari-hariku tanpa kehadiran Tommy. Tidak ada gunanya menangisi orang yang tidak mempedulikan kita, coba kasihanilah hati kita sendiri. Hati kita terlalu berharga untuk itu semua.  Kalau dia  lebih banyak bikin kamu sedih dibandingkan bahagia, maka jauhilah dia. Hidup terlalu singkat untuk dihabiskan dengan orang yang salah.- Raditya Dika.
            Hari ini adalah hari pertamaku kuliah. Bangga rasanya bisa kuliah di Universitas yang aku impikan. Aku akan memulai lembaran baru dalam hidupku, tanpa ada bayangan masa lalu, tanpa ada beban, yang tersisa hanyalah senyuman dan semangat yang baru. Tanpa sengaja tadi pagi aku melihat seorang cewek dengan pakaian yang terbilang kuno di area sekitar kampus. Ia memakai gamis panjang hingga menjulur ke lantai, khimar lebar, dan flatshoes beserta kaos kaki. Aku terus memperhatikan gerak-geriknya. Tiba-tiba ia menghampiriku.
“ Lala.. wah.. kamu kuliah disini juga ternyata “ sapaan hangat dari bibirnya.
            Dia mengenaliku? Aku mencoba mengingat-ingat wajahnya. Ternyata ia adalah Vira, teman SMP ku. Penampilannya sudah berubah total. Beda sekali saat aku mengenalnya dulu. Dulu ia masih suka memakai celana pendek maupun rok pendek saat main bareng temen-temen, tapi sekarang semuanya tertutup. Sekarang ia bahkan tak mau bersentuhan dengan yang bukan mahromnya, padahal dulu ia sering gandengan tangan sama pacarnya. Aku tak menyangka dengan perubahan Vira, hanya kata Masya Allah yang terlintas di hatiku.
            Aku seneng banget karena aku bisa ketemu temen lamaku. Menyenangkannya lagi, kita satu jurusan. Hal itu membuat kita sering menghabiskan waktu bersama, sehingga akupun punya banyak kesempatan untuk menanyakan tentang perubahan yang terjadi padanya. Dengan senang hati Vira mau berbagi ceritanya padaku. Ternyata Vira hijrah sejak pertengahan kelas 2 SMA. Ia seperti ini karena seorang sahabat yang banyak mengajarinya tentang arti sebuah kehidupan. Vira sebenarnya tak begitu peduli dengan islam, ia hanya ingin hidup sewajarnya orang biasa. Tapi, sahabatnya sering mengajak Vira ke seminar-seminar islam dan menunjukkan betapa luar biasanya Islam dengan segala ilmu pengetahuannya. Ia bahkan sempat bertanya kepada sahabatnya, kenapa ia menutup aurat? Lalu dengan santai sahabatnya menjawab bahwa menutup aurat adalah murni perintah Allah, wajib bagi semua wanita muslim yang telah baligh.
“ Bukannya jilbab itu kuno ya? “ tanya Vira penasaran
“ Kuno? Kuno itu kalo kita buka-bukaan, karena dulu manusia awalnya tanpa pakaian. Justru kalo kita tertutup itu artinya kita masuk zaman yang lebih maju.” Ucap sahabat Vira
            Vira hanya bisa terdiam mendengar jawaban sahabatnya, karena kalau dipikir-pikir ucapan sahabat Vira ada benarnya. Namun yang membuat Vira mantab memutuskan untuk berhijrah adalah saat sahabat Vira menunjukkan berbagai ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan Ilmu pengetahuan dan Sains, salah satu diantaranya Qs. Al-isra’ Ayat 44 yang artinya “ Langit yang tujuh, bumi, dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada sesuatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. “ Ternyata ayat tersebut benar. Sebuah majalah sains terkenal, Journal of Plant Molecular Biologies mengungkapkan hasil penelitian yang dilakukan oleh tim ilmuwan asal Amerika serikat tentang suara ultrasonik yang berasal dari tumbuhan. Penelitian yang dipimpin oleh Prof. William Brown ini merekam dan menyimpan suara ultrasonik dari tumbuhan dan mengubahnya menjadi gelombang elektrik optik yan dapat ditampilkan di layar monitor dalam bentuk rangkaian garis.  Yang membuat takjub adalah garis-garis tersebut membentuk lafadz Allah yang kemudian diketahui sebagai kalimat tasbih. Vira yang baru mengetahui itu semua langsung meneteskan air mata. Ia terharu karena ternyata Islam adalah agama yang cerdas dan bisa dibuktikan kebenarannya.
            Aku termenung setelah mendengar hal yang baru saja kutahu. Ternyata Islam itu modern, jauh lebih modern dari yang aku bayangkan. Tiba-tiba Vira membuyarkan lamunanku. Ia ingin pamit pulang.
            Sesampainya di Rumah aku masih terbayang dengan omongan Vira, bahwa Jilbab itu gak kuno tapi malah buat kita lebih modern. Akupun mencoba membongakar-bongkar isi lemari untuk mencari kerudung yang kupunya. Kupadu-padankan bajuku agar bisa diserasikan dengan kerudung di depan cermin, karena jujur aku tak punya gamis.

***

Keesokan harinya aku keluar rumah dengan menutup aurat. Ibuku tak heran dengan kelakuanku,  justru mendukung sikap yang kulakukan dan memujiku lebih cantik dari biasanya. Ibuku memang sudah lama menginginkanku untuk menutup aurat, tapi aku tak pernah peduli dan menggubris omongannya.
            Aku bertemu dengan Vira. Seperti biasa ia menyambutku dengan senyuman khas di bibirnya, tapi kali ini ia langsung memelukku.
“ Masyaalah... kamu cantik banget la hari ini, pasti bidadari surga iri sama kamu “ ucap Vira sambil meneteskan air mata.
“ Makasih ya, udah ngubah pandanganku tentang Islam “ ucapku kepada Vira
            Setelah aku menutup aurat, aku lebih sering mengikuti pengajian dan diskusi tentang Islam. Aku juga kini tergabung dalam Rohis. Memang, aku belum bisa sepenuhnya seperti Vira yang menutup aurat dengan total. Aku masih pakai celana yang kupadukan dengan baju lengan panjang atau sesekali dengan cardigan. Kerudungku juga masih pendek, tidak seperti Vira yang sudah pakai khimar. Tapi Vira tak menyalahkanku, justru ia malah menyemagatiku dan memotivasiku. Vira sadar dan paham betul bahwa hijrah butuh proses dan proses setiap orang itu berbeda-beda. Ia selalu merangkulku agar aku tidak jatuh dan tetap istiqomah. Rasanya indah sekali mempunyai sahabat seperti Vira.
Belajar tentang Islam membuatku lupa dengan Tommy. Tapi hal itu tidak bertahan lama, karena tiba-tiba Tommy muncul kembali di kehidupanku.
            Telponku berdering, ternyata itu adalah panggilan dari Tommy. Tommy ingin mengajakku keluar untuk jalan-jalan karena ia sedang libur kuliah. Aku setuju dengan ajakannya. Tommy kaget dengan penampilanku yang memakai kerudung, namun ia lebih senang dengan penampilanku saat ini karena setidaknya ia tak khawatir lagi aku akan diganggu cowok. Aku bingung dengan maksud omongan Tommy. Mungkinkah ia khwatir karena aku sahabatnya atau karena hal lain?
Kita berhenti untuk makan di sebuah kafe tempat biasa kita main dulu. Disitu Tommy mengungkapkan perasaannya selama ini denganku. Ia mengatakan bahwa ia menyukaiku. Ia juga tau bahwa aku juga menyukainya, makanya ia mengatakan bahwa Suci adalah pacarnya. Padahal semua itu bohong. Itu hanya rencana Tommy agar aku tidak menyukainya pada saat itu. Tommy tidak ingin pacaran denganku karena ia takut berpisah dan merusak persahabatanku dengannya. Ia ingin kita sama-sama menunggu, sama-sama sukses dalam berkarir dulu, baru kemudian sama-sama menyukai. Ia juga mengatakan bahwa kelak pada waktunya Tommy ingin aku dan dia kembali masih dengan perasaan yang sama dan di tempat yang sama pula.

Jujur, aku senang sekali pada saat itu. Tidak ada lagi perasaan takut, kecewa, sedih, berharap, maupun penyesalan. Tapi yang nampak di depan mataku hanyalah yakin, serius, usaha, dan keberhasilan. Kita sama-sama saling mendoakan untuk yang terbaik. Dan kini ku tau bahwa cinta itu sama-sama berjuang, tak saling mencari tapi saling menemukan. (riska)

No comments:

Post a Comment