Wednesday, November 9, 2016

Cerpen: Bi (Hujan)


Aku merapatkan resleting jaket tebalku. Udara pagi ini sedikit lebih dingin dari biasanya, pertanda musim hujan akan datang menggantikan musim kemarau. Cahaya mataharipun hanya samar terlihat. Aku suka hujan. Hujan dapat membuatku mengekspresikan semua perasaan sedih yang tidak bisa aku luapkan. Aku merasa damai dan tenang saat hujan (tidak heran, banyak orang yang memilih tidur saat hujan). Aku selalu merindukan Indonesia dan hujannya. Meskipun hujan itu indah, tapi...."Hujan tidak boleh turun hari ini".


Namun, Allah belum mengabulkan doaku. Seperti prediksi para peramal cuaca, hujan benar-benar turun. Dengan sedikit khawatir, aku duduk di kursi halte dekat stasiun kereta. Hujan pertama diawal musim ini cukup deras. Banyak pengendara motor yang berhenti dikios atau di emperan toko untuk berteduh. Pandanganku pun melayang ke segerombol pelajar SMA yang berlari menuju ke halte tempatku berteduh. Tubuh mereka basah kuyup. "Buku mereka pasti juga basah," pikirku. Melihat mereka, aku jadi teringat sesuatu. Hal sama yang pernah terjadi 5 tahun yang lalu.
***
"Kalian pernah punya mimpi nggak?" Itu adalah pertanyaan retoris yang tidak perlu mereka jawab. Memangnya siapa sih yang tidak punya mimpi?
"Ya pernahlah," jawab salah seorang dari 'mereka'. "Ada," tambah seorang lagi. "Mimpi???? perasaan tadi malam aku nggak mimpiin apa-apa deh," jawab seorang lagi, polos (banget). Hening~~~
"Sudah! aku nyerah sama kamu Na. Aku gak kuat!!" Ucapku seraya melambaikan tangan kanan. Persis seperti orang-orang diacara televisi yang sudah nggak kuat makan pedes dan akhirnya lambai-lambai ke mas kameramen. Sayangnya, aku doyan pedes dan kita nggak lagi nimbrung di acara TV! Oke, lupakan tentang TV. Kita kembali lagi dengan aku dan ketiga sahabat seperjuanganku yang sama seperti remaja lainnya. Mereka memang biasa saja tapi beneran enggak biasa. Kalau di teletubbies ada tingkiwingki, dipsi, lala dan po, maka dipersahabatan kami ada Lian, Affi, Sena dan Aku. Mereka sahabat terbaikku, dan akan tetap seperti itu.
"Mimpi.. mimpiku... impianku, liat sunset di Paris. Aku ingin liat kayak gimana sih romantisnya kota Paris kalau dilihat dari puncak Eiffel pas sunset" ucap Sena tulus. Ya, impiannya dari dulu emang kayak gitu. Dia suka hal-hal yang romantis dan 'the romantic city Paris' pastinya membuat Sena ingin kesana.
"Mekkah lebih romantis, Na. Aku ingin kesana bersama Ayah dan Ibu dengan uang hasil kerja kerasku" ujar Lian dama tulusnya seperti Sena. Itu adalah mimpi setiap anak di dunia ini. That's more romantic.
"Kamu Fi?" tanyaku ke Affi. Aku menunggu jawabannya karena aku tau kalau dia sedang memikirkannya.
"Apa ya?? aku nggak ngerti Ka. Impianku banyak" jawab Affi polosss banget dan bikin gregget.
"Impian terbesarmu, Fi. Yang paling kamu inginkan. Impian yang paling nggak mungkin terwujud tapi paling harus terwujud" tanyaku lagi.
"Aku... aku... aku pengen kita tetap bersama sampe besok kita lulus, kuliah, kerja, nikah, sampe jadi nenek-nenek. Kita tetap sahabatan ya.." Dan itulah Affi, dengan segala kepolosan dan keceriaannya mampu membuat the teletubbies sadar akan hal terpenting lainnya.
"Kita adalah sahabat, dan akan tetap seperti itu" Aku merangkul ketiga teletubbies unik itu. Kadang, hal sederhana pun akan menjadi mahal jika kita memahami bahwa semua itu penting. Kebersamaan ini terlalu berharga.
"Terus kamu sendiri, Ka? Apa impian terbesarmu?" tanya Lian.
"Aku ingin pergi dari sini. Aku ingin melakukan perjalanan yang sangat jauh. Mengunjungi setiap tempat di dunia ini. Kemudian pulang ke rumah. Itu impianku" Mimpi... hal yang dapat merubah orang lain dan menjadikan orang lain menjadi orang lainnya. Semua orang punya mimpi yang tidak selalu sama tapi punya satu tujuan yang sama. "Kita akan mewujudkan mimpi-mimpi itu"
Aku memandang langit dibalik jendela kelas. Mendung. Pandanganku pun mengarah ke jam dinding yang tertempel diatas whiteboard. "HAH?? SUDAH JAM 5??" teriakku sambil menunjuk jam dinding tersebut. Aku bergegas membereskan barang-barangku yang masih ada dimeja, begitu pula yang lainnya. Kami bergegas meninggalkan kelas yang penuh mimpi itu. Aku dan trio teletubbies berlari menghindari jatuhan keringat mendung dari angkasa. Tapi apa daya, hujan terlalu deras dan jadilah kami cucian basah. Aku memutuskan untuk tertawa saja didalam penderitaan ini. "Hahahahahaha flashback masa kecil!" teriakku. Yang lain pun tertawa dan tetap lari mencari genteng. Dan akhinya, bukan genteng yang ditemukan tapi halte. Kami berteduh disana sambil tetap ketawa!
***
Mengingat mereka membuatku selalu merindukan Indonesia. Ya, aku berhasil mewujudkan mimpiku. Aku sekarang bekerja di Jepang dan pekerjaan itu menuntutku untuk terbang ke negara-negara lain Sekarang aku berada di Indonesia untuk pulang dan bertemu mereka. Bahagia rasanya mereka juga sama sepertiku, berhasil mewujudkan mimpinya. Setelah lulus, Lian berwirausaha dan dalam waktu 4 tahun dia berhasil membawa kedua orang tuanya ke Mekkah. Sedangkan Sena setiap hari melihat 'romantisnya sunset di kota paling romantis' bahkan dia akan menjadi lebih romantis lagi dengan menjadi jurnalis di Paris. Dan Affi, jangan tanya lagi. Mimpi sederhananya tentu pasti terwujud. ....."Dari dulu kita adalah sahabat dan selamanya akan tetap seperti itu". @y (untuk sahabatku dan semua mimpinya, PAR1S)

No comments:

Post a Comment